Jakarta, 4 Juli 2025 — Aktivitas pertambangan nikel di sekitar wilayah pesisir Labengki, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, kembali menuai sorotan dari Eksekutif Nasional Indonesian Mining Monitoring (EN IMMO) setelah muncul dugaan pencemaran laut yang mengancam kehidupan masyarakat pesisir dan merusak ekosistem perairan. Perusahaan yang diduga sebagai biang pencemaran adalah PT. Paramitha Persada Tama.
Pencemaran diduga terjadi akibat kegiatan pertambangan yang tidak mematuhi prinsip pengelolaan lingkungan. Sedimentasi berat dan aliran limbah dari area tambang ke laut ditengarai menjadi penyebab utama keruhnya air laut di beberapa titik, bahkan hingga mencapai kawasan tangkap nelayan. Temuan EN IMMO dilapangan menunjukkan alur air dari area pengolahan tambang mengarah langsung ke pesisir tanpa sistem penahanan sedimen yang memadai.
Ahmad, Direktur Eksekutif Nasional Indonesian Mining Monitoring (EN IMMO) dalam Keterangan rilisnya menjelaskan bahwa pihaknya menduga dalam menjalakan aktivitasnya PT. Paramitha persada tama mengabaikan faktor pencemaran lingkungan, sementara jarak dengan pulau labengki hanya berjarak kurang lebih 10 km.
“Perusahaan ini diduga menggali, mengangkut, dan membuang material tambang tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan sekitar. Alur air limbah mengalir langsung ke laut saat hujan, tanpa kontrol sedimen yang memadai, sementara jarak dengan pulau labengki hanya berjarak kurang lebih 10 km.” ungkapnya
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh membiarkan aktivitas seperti ini terus berlangsung tanpa tindakan tegas.
“Ini bukan hanya masalah teknis, ini adalah pelanggaran hukum lingkungan yang nyata. Ketika ini dibiarkan, masyarakat tidak punya pilihan selain melawan dengan cara mereka sendiri,” katanya.
Dugaan Potensi Pelanggaran Hukum
Aktivitas yang diduga mencemari laut ini tidak hanya berdampak ekologis, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum serius. Ketiga perusahaan tambang tersebut berpotensi melanggar:
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 60: Melarang pembuangan limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin resmi. Pasal 104: Pelaku dapat dipidana hingga 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp 3 miliar.
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Mengatur larangan aktivitas yang merusak wilayah pesisir dan ekosistem laut.
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jika kegiatan dilakukan di dalam kawasan hutan tanpa izin, dapat dikenai pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
Merespons kondisi ini, Direktur Eksekutif Nasional Indonesian Mining Monitoring (EN IMMO) akan segera melaporkan dugaan pencemaran ini kepada kementrian terkait, termasuk Kepolisian dan Gakkum KLHK. Mereka menilai bahwa pencemaran lingkungan merupakan bentuk kejahatan luar biasa yang tidak bisa ditoleransi.
“Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah nyata dari kementrian lingkungan hidup dan kementrian kehutanan maupun Pemda, kami akan menempuh jalur hukum dengan melaporkan dan melakukan aksi unjuk rasa terbuka dikementrian terkait, Ini soal keadilan ekologis dan kelangsungan hidup masyarakat pesisir pulau labengki,” tutupnya