BERITA NUSRA -- Diduga mengalami tindakan kekerasan secara fisik saat dilakukan upaya paksa melalui penangkapan serta kedatangan puluhan anggota polisi tanpa seragam ke rumahnya di malam hari hingga menyebabkan ketakutan atau psikis terhadap kedua anaknya, Gede Putu Arka Wijaya (34) alias Jro Arka melayangkan surat aduan kepada Kapolda Bali dan Bid Propam Polda Bali sekaligus ditembuskan kepada Kapolri bersama jajaran terkait, Kejagung hingga media massa.
Ia melayangkan surat pengaduan tertanggal 20 Nopember 2023 dengan Nomor : 005/PG/XI/2023, yang ditujukan kepada Kapolda Bali dan Kabid Propam Polda Bali berkaitan dengan upaya penanganan laporan BPR. Nur Abadi yang cenderung berkaitan dengan permasalahan perdata.
Gede Putu Arka Wijaya, mengaku dalam proses penyelidikan selalu kooperatif untuk menghadap dan diperiksa oleh penyidik demi kelancaran pemeriksaan tindak pidana tersebut, bahkan tersangka Arka Wijaya tidak pernah mangkir terhadap panggilan yang dilakukan penyidik, namun kemudian pada 14 Nopember 2023 sekitar jam 23.00 WITA.
Dan polisi telah menetapkan Arka Wijaya sebagai tersangka sekaligus menjemput paksa tanpa didahului surat panggilan sebagai tersangka terlebih dahulu.
“Saat itu ada perdebataan, saya meminta penjemputan supaya dilakukan besok pagi dan atau saya sendiri akan menghadap kepada Polres Buleleng,” ungkap Arka Wijaya dalam pengaduannya tersebut.
Akibat yang ditimbulkan dalam penjemputan paksa menyebabkan Arka Wijaya mengalami beberapa luka pada jari kaki, jari tangan, lecet pada bagian tangan dan pungung dan ada beberapa kerusakan pot-pot bunga, keran air dan mobil milik Gede Putu Arka Wijaya, sehingga dengan kejadian tersebut maka kekerasan fisik dilakukan polisi yang tentunya bertentangan dan melawan hukum.
Bahkan, parahnya saat berupaya melakukan visum et revertum gede putu arka wijaya sangat
dikecewakan dengan tindakan polisi yang mencoba menghalang-halangi pengajuan visum dengan mengarak dan mempertontonkan Arka Wijaya memakai pakaian orange sebagai tersangka yang dalam kondisi sakit mengelilingi Rumah sakit umum (RSUD) Kabupaten Buleleng dengan alasan tidak mengetahui dimana keberadaan tempatvisum et revertum dilakukan.
“Saya dipermalukan seperti layaknya pelaku tindak pidana terorisme dan narkoba, setelah perjuangan saya mengajukan visum sejak jam 23.00 wita malam tanggal 14 November 2023 akhirnya pada tanggal 15 November 2023 dilakukan upaya pisum et repertum di Rumah Sakit Umum Kabupaten Buleleng,” ungkap Arka Wijaya dalam pengaduannya.
Selain menyebabkan kekerasan fisik, akibat penjemputan paksa yang dilakukan puluhan polisi itu dihadapan anak – anak tersangka Arka Wijaya menyebabkan ketakutan akibat mengalami gangguan psikis mental dan kejiwaannya.
“Berdasarkan atas alasan-alasan tersebut diatas maka jelaslah penjemputan paksa dan penangkapan yang dilakukan oleh Unit IV Tipidter Satrekrim Polres Buleleng bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah yaitu memberikan jaminan penuh bahwa setiap individu dianggap tidak bersalah sampai adanya bukti kuat dengan putusan pengadilan yang menyatakan hal itu, asas praduga tidak bersalah melindungi hak asasi individu, menegaskan kebebasan individu dari penahanan dan penganiayaan yang tidak adil serta memastikan keadilan dalam proses hukum,” tegas Arka Wijaya dalam rilliesnya.
Sementara, upaya istri tersangka yang telah mengadukan adanya ketakutan pada anak-anak tersangka belum mendapatkan tanggapan dari polisi, ”Kedatangan puluhan polisi itu membuat trauma anak – anak yang masih berumur 9 tahun dan 7 tahun dan telah dimohonkan konseling pada bagian PPA Polres Buleleng akan tetapi belum ada penanganan,” ujarnya.
Dalam pengaduan itu, Arka Wijaya menguraikan secara singkat latar belakang permasalahan hingga peristiwa terkait perkara yang berawal saat Arka Wijaya membeli tanah milik Putu Arimbawa di Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng dengan SHM No. 1028 dan luas 300 M2.
“Dilakukan dengan cara tukar guling dengan tanah milik saya berlokasi di Desa Sambangan dan saya memberikan uang tambahan kepada Putu Arimbawa sebesar Rp. 200.000.000,-. Selanjutnya dibulan Januari 2019 Saya Gede Putu Arka Wijaya mengajukan kredit pada PT. BPR Nur Abadi dengan jaminan tanah saya tersebut diatas yang saat itu masih atas nama Putu Arimbawa,” jelasnya.
Surat pengaduan yang disampaikan Arka Wijaya itu juga mengungkap sejumlah kejanggalan dan kecurangan berkaitan dengan dugaan pemalsuan dokumen maupun pemalsuan tandatangan, bahkan ditemukan adanya bukti sekaligus pengakuan.
“Pada bulan maret 2019 saya terkejut dihubungi oleh pegawai notaris bernama Tina lewat HP sambil menangis mengatakan bahwa SHM No. 1028 sudah dibalik nama atas perintah bapaknya Putu Dody Prahitha dan Tina mengatakan telah memalsukan AJB (akta jual beli) atas jual beli tanah tersebut dan saya diminta untuk menaruh jaminan pengganti,” bebernya.
Dari pengakuan Arka Wijaya juga merasakan keanehan, dimana akta jual beli tidak pernah dijalankan oleh Notaris dan malah akta jual beli dengan Putu Dody Prahita dijalankan oleh pegawai notaris dengan cara memalsukan tanda tangan notaris dalam akta tersebut, akibat perbuatan itu, Arka Wijaya merasa dirugikan atas tanah SHM No. 1028 luas 300 M2 yang semula dijaminkan kredit pada penguasaan PT. BPR Nur Abadi malah beralih kepada pihak lain.
“Bahwa atas kejadian tersebut saya merasa sangat dirugikan dan saya telah menyiapkan uang untuk melunasi kredit saya sejak tahun 2019 sampai bulan juni 2023 pada PT. BPR. Nur Abadi dengan syarat SHM No. 1028 luas 300 M2 untuk dikembalikan,” paparnya.
Proses penanganan kasus itu juga diwarnai dengan notaris edi Kurniawan SH, Mkn akan memberikan uang ganti rugi sebesar Rp. 300.000.000,- kepada Putu Gede Arka Wijaya atas pemalsuan tanda tangan atas akta jual beli tanah dengan syarat Gede Putu Arka Wijaya harus menandatangani kertas kosong yang dibuat dikantornya, bahkan telah dibuatkan surat pernyataan dan diberikan kepada Penyidik di Unit IV Tipidter Satreskrim Polres Buleleng.
Surat pengaduan yang ditandatangani Putu Gede Arka Wijaya bersama kuasa hukumnya I Nyoman Nika, SH juga mempertegas, subyek hukum perkara yang dihadapi murni masalah perdata dan bukan perbuatan pidana, bahkan atas gugatan perkara pidana oleh I Nyoman Widiasa, SE., selaku Direktur PT.BPR Nur Abadi telah diputus dalam perkara sederhana nomor : 8/Pdt.G.S/2021/PN.Sgr sehingga secara hukum perkara tersebut seketika dan sekaligus laporan pidana dalam perkara aquo menjadi gugur.
Atas pengaduan tersangka Putu Gede Arka Wijaya bersama kuasa hukumnya I Nyoman Nika, SH belum mendapat tanggapan dari pejabat terkait di Polres Buleleng, demikian juga upaya konfirmasi telah dilakukan kepada Kasi Humas Polres Buleleng, AKP Gede Darma Diatmika, namun belum memperoleh keterangan secara lengkap berkaitan dengan sejumlah tuduhan yang disampaikan Arka Wijaya. (TIM)